Kafe "Pijakan Teduh" Pekerjakan Karyawan Berkebutuhan Khusus

Redaksi9.com - Berbeda dari kafe pada umumnya, Piduh Charity Café mempekerjakan remaja berkebutuhan khusus yang didirikan oleh Yayasan Widya Guna ini dibuka untuk umum.

Kafe yang berlokasi di Bedulu, Kabupaten Gianyar ini mengambil nama dari akronim kata ‘Pijakan Teduh’. Dan juga terinspirasi dari daun pegagan atau piduh yang memiliki manfaat bagi kesehatan.

Remaja berkebutuhan khusus tersebut merupakan binaan dari Yayasan Widya Guna saat masih kanak-kanak yang sudah memasuki masa remaja atau sudah berusia 19 tahun yang terdiri dari remaja autis dan keterbelakangan mental atau down syndrome.

Sebelum beroperasi, pada tahun 2020 dilakukan training atau latihan untuk remaja berkebutuhan khusus agar dapat terampil dalam bekerja. Dan pada tahun 2022 kafe ini sudah siap beroperasi.

“Mulai dari tahun 2020 waktu masih pandemi, kita adakan training karena melihat anak-anak yang sudah beranjak remaja ada juga yang sudah berusia 19 tahun masih belajar huruf di kelas,” ujar manajer Ni Kadek Suartini pada Jumat (12/7).

Remaja berkebutuhan khusus yang masih berkutat belajar di kelas tersebut akan sulit untuk berkembang dan mengasah keterampilannya. Maka dari itu diberi pelatihan keterampilan dasar seperti mengenal bahan masakan, cara memasak, menjadi pelayan serta ketrampilan rumah tangga lainnya. “Perlahan kita ajarkan mereka mengenal bahan makanan, memotong, mengupas, memasak, pengenalan hingga cara penggunaan dan sebagainya,” kata Suatini yang kerap disapa Kacu.

Ia mengatakan, tantangan saat melatih keterampilan pada remaja berkebutuhan khusus ini adalah karena mereka tidak bisa membaca, menulis, dan kebersihan diri yang tidak diperhatikan dengan baik sehingga memerlukan waktu yang cukup lama dalam proses keterampilannya.

Pada setiap meja dan buku menu, diberi tanda berupa angka, huruf, bentuk maupun warna yang merepresentasikan menu dan memudahkan pengenalan karena remaja berkebutuhan khusus tidak bisa membaca. Mereka akan mengenal menu dengan melihat tanda yang terlampir di meja.

“Karena mereka tidak bisa membaca, ada yang hanya bisa mengenal warna, angka atau huruf saja. Jadi kita mudahkan dengan kasih tanda di buku menu dan meja pengunjung berupa angka, huruf dan warna. Di buku menu juga ada foto wajah mereka dan juga menu yang dimasak oleh masing-masing dari mereka dengan tanda yang berbeda biar memudahkan dalam memesan,” katanya

Ia menambhakan, saat pengunjung datang, langsung diarahkan duduk di meja yang sudah berisi simbol atau tanda. Kemudian diberi buku menu dan menuliskan menu yang dipilih, jika dalam menu berisi simbol “X” berarti menu tersebut kosong atau tidak tersedia. Setelah memilih menu, bunyikan bell untuk memesan menu. Pada proses pembayaran, cukup menjelaskan menu atau tanda pada meja yang ditempati.

 *(Penulis: Kadek Ari Sapta  mahasiswa PKL Prodi Ilmu Komunikasi Undiknas Denpasar)

 

 

TAGS :

Komentar